Tanpa judul

CERMIN KEDERMAWANAN ABU BAKAR ASHIDIQ

Oleh Prof Nanat Fatah Nasir

Suatu hari, Khalifah Abu Bakar hendak
berangkat berdagang. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khathab. "Mau berangkat ke
mana engkau, wahai Abu Bakar?" tanya Umar. "Seperti
biasa, aku mau berdagang ke pasar," jawab sang khalifah. Umar kaget mendengar jawaban itu, lalu berkata, "Engkau
sekarang sudah menjadi khalifah, karena itu berhentilah
berdagang dan konsentrasilah mengurus kekhalifahan."
Abu Bakar lalu bertanya, "Jika tak berdagang, bagaimana
aku harus menafkahi anak dan istriku?" Lalu Umar
mengajak Abu Bakar untuk menemui Abu Ubaidah. Kemudian, ditetapkanlah oleh Abu Ubaidah gaji untuk
khalifah Abu Bakar yang diambil dari baitul mal. Pada suatu hari, istri Abu Bakar meminta uang untuk
membeli manisan. "Wahai istriku, aku tak punya uang,"
kata Abu Bakar. Istrinya lalu mengusulkan untuk
menyisihkan uang gaji dari baitul mal untuk membeli
manisan. Abu Bakar pun menyetujuinya. Setelah beberapa lama, uang untuk membeli manisan pun
terkumpul. "Wahai Abu Bakar belikan manisan dan ini
uangnya," ungkap sang istri memohon. Betapa kagetnya
Abu Bakar melihat uang yang disisihkan istrinya untuk
membeli manisan. "Wahai istriku, uang ini ternyata cukup
banyak. Aku akan serahkan uang ini ke baitul mal, dan mulai besok kita usulkan agar gaji khalifah supaya
dikurangi sebesar jumlah uang manisan yang
dikumpulkan setiap hari, karena kita telah menerima gaji
melebihi kecukupan sehari-hari," tutur Abu Bakar. Sebelum wafat, Abu Bakar berwasiat kepada putrinya
Aisyah. "Kembalikanlah barang-barang keperluanku yang
telah diterima dari baitul mal kepada khalifah
penggantiku. Sebenarnya aku tidak mau menerima gaji
dari baitul mal, tetapi karena Umar memaksa aku supaya
berhenti berdagang dan berkonsentrasi mengurus kekhalifahan," ujarnya berwasiat. Abu Bakar juga meminta agar kebun yang dimilikinya
diserahkan kepada khalifah penggantinya. "Itu sebagai
pengganti uang yang telah aku terima dari baitul mal,"
kata Abu Bakar. Setelah ayahnya wafat, Aisyah menyuruh
orang untuk menyampaikan wasiat ayahnya kepada
Umar. Umar pun berkata, "Semoga Allah SWT merahmati ayahmu." Kisah yang tertulis kitab fadhailul 'amal itu sarat akan
makna dan pesan. Di bulan Ramadhan ini, kita dapat
mengambil pelajaran dari sikap dan keteladanan Abu
Bakar yang tidak rakus terhadap harta kekayaan. Meski ia
adalah seorang khalifah, namun tetap memilih hidup
sederhana demi menjaga amanah. Inilah sikap keteladanan dari seorang pemimpin sejati
yang perlu ditiru oleh para pemimpin bangsa kita.
Perilaku pemimpin, memiliki pengaruh yang besar bagi
kehidupan masyarakat. Terlebih, bangsa Indonesia
memiliki karakteristik masyarakat yang paternalistik yang
rakyatnya berorientasi ke atas. Apa yang dilakukan pemimpin akan ditiru oleh rakyatnya,
baik perilaku yang baik maupun yang buruk. Dengan
spirit Ramadhan, maka hendaknya para pemimpin
memberi teladan untuk hidup secara wajar agar tidak
menimbulkan kecemburuan sosial. Wallahu 'alam. Red: irf

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.