Menerima Uang Jasa dari Lembaga Pembiayaan, Apa Hukumnya?

Assalaamualaikum wr wb.
Pengasuh rubrik klinik syariah yang dirahmati Allah SWT, izinkanlah kami bertanya melalui e-mail ini. adapun yang ingin kami saya tanyakan adalah bagaimanakah hukumnya menurut Islam ditinjau dari segi kehalalannya, bekerja mendapat gaji atau mendapat semacam uang jasa atau komisi dari perusahaan atau lembaga pembiayaan/ finance yang mana dalam kegiatannya semacam mencairkan sejumlah kredit/pinjaman kepada nasabah yang bermohon dengan menjaminkan dokumen (BKPB) mobil si nasabah, jika disetujui nasabah akan menerima sejumlah dana dengan nilai tertentu dan akan membayar pokok pinjaman secara angsuran dengan mengenakan bunga dan biaya lain-lain tiap bulannya selama waktu 1, 2, atau 3 tahun. Masalah ini sangat menjadi kebimbangan luar biasa buat penulis, berhubung baru-baru ini penulis mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan pembiayaan. Akan tetapi penulis memutuskan berhenti dengan alasan keragu-raguan ini, dan keragu-raguan akan unsur ribanya. Atas penjelasan bapak saya ucapkan terima kasih.
Wassalaamualaikum wr wb.
Juse Parepare, Makassar

Jawaban : Waalaikumsalaam wr wb. Pak Juse yang dirahmati Allah SWT, Berdasarkan informasi dan pertanyaan Bapak, saya bisa melihat komitmen yang kuat dari Bapak untuk meninggalkan riba beserta seluruh instrumen dan produknya, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Ini adalah satu usaha yang sangat kongkrit untuk mempraktekkan ajaran Islam secara kaffah, sebagaimana yang diperintahkan-Nya dalam QS 2 : 208. Jika menilik aktivitas bisnis perusahaan multifinance tersebut, apa yang dipraktekkan oleh perusahaan tersebut adalah bisnis yang jelas-jelas mengandung unsur riba, yaitu riba an-nasiah. Riba an-nasiah adalah mengenakan kelebihan tambahan pengembalian uang dalam prosentase tertentu, dari setiap pinjaman yang diberikan. Misalnya, meminjamkan Rp 100 ribu dalam jangka waktu 7 hari, dengan bunga 10 persen sebagai tambahan yang dibebankan pada peminjam. Kelebihan 10 persen inilah yang disebut sebagai riba an-nasiah. Keharaman riba ini bersifat qath'i, atau mutlak, tanpa ada perbedaan penafsiran. Dalam QS 2 : 275, Allah secara tegas menyatakan mengharamkan riba dan menghalalkan jual beli. Bahkan Allah SWT dan Rasul-Nya secara eksplisit mengajak berperang kepada orang yang masih menggunakan riba/bunga dalam aktivitas perekonomiannya (QS 2 : 279). Ini menunjukkan bahwa dosa riba termasuk salah satu dosa besar dalam ajaran Islam. Namun demikian, dalam kondisi sekarang, dimana sistem ribawi telah menjadi "ruh" perekonomian dunia, upaya untuk mengeliminasi sistem tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah. Perlu kerja keras dan kerja cerdas kita semua. Yang bisa kita lakukan adalah bagaimana semaksimal mungkin mereduksi praktek-praktek berbasis riba tersebut. Apa yang Bapak lakukan, yaitu keluar dari pekerjaan tersebut, adalah contoh kongkrit yang patut diteladani. Yakinlah, bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya. Mereka akan senantiasa mendapat petunjuk dan jalan keluar-Nya (QS.29 : 69). Semoga Allah memudahkan kehidupan Bapak dan keluarga. Wallahu a'lam.
Wassalaamualaikum wr wb Dr Irfan Syauqi Beik Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu
Ekonomi FEM IPB

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.