MEWUJUDKAN HAKIKAT TAQWA

Ilustrasi (flickr.com - Marie Kettani) « Naskah Sebelumnya Naskah Sesudahnya » Khutbah Idul Fitri 1431 H:
Mewujudkan Hakikat Taqwa Khutbah Idul Fitri 25/8/2010 | 16 Ramadhan 1431 H | Hits:
10.133 Oleh: Drs. Ahmad Yani هللا ربكأ هللا ربكأ هللا ربكأ هللا ربكأ هللا ربكأ هللا ربكأ هللا ربكأ هللا ربكأ هللا ربكأ ُدْمَحْلَا ِهّلِل ِّبَر َنْيِمَلاَعْلا ُهُدَمْحَن ُهُنْيِعَتْسَنَو ُهُرِفْغَتْسَنَو ُبْوُتَنَو ِهْيَلِا ُذْوُعَنَو ِهللاِب ْنِم ِرْوُرُش اَنِسُفْنَا ِتاَئِّيَسَو اَنِلاَمْعَا ْنَم ِدْهَي ُهللا َالَف َّلِضُم ُهَل ْنَمَو ْلِلْضُي َالَف َيِداَه ُهَل . ُدَهْشَا ْنَا َال َهلِا َّالِا ُهللا ُهَدْحَو َال َكْيِرَش ُهَل ُدَهْشَاَو َّنَا اًدَّمَحُم ُهُدْبَع ُهُلْوُسَرَو ُةَالَّصلاَو ُمَالَّسلاَو ىَلَع اَنِّيِبَن ٍدَّمَحُم ىَلَعَو ِهِلاَء ِهِباَحْصَاَو ْنَمَو ُهَعِبَت ىَلِا ِمْوَي ِنْيِّدلا . اَّمَا ُدْعَب : َداَبِعاَيَف ِهللا : ْمُكْيِصْوُا يِسْفَنَو َوْقَتِب ِهللا ِهِتَعاَطَو ْمُكَّلَعَل َنْوُحِلْفُت . َلاَق ُهللا ىَلاَعَت ىِف ِنآْرُقْلا ِمْيِرَكْلا : اَهُّيَااَي َنْيِذَّلا اوُنَمَا اوُقَّتا َهللا َّقَح ِهِتاَقُت َالَو َّنُتْوُمَت َّالِا ْمُتْنَاَو َنْوُمِلْسُم Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu. Kaum Muslimin Rahimakumullah. dakwatuna.com – Ramadhan yang telah kita akhiri memberikan kebahagiaan tersendiri bagi kita, hal ini
karena ibadah Ramadhan yang salah satunya adalah
berpuasa memberikan nilai pembinaan yang sangat
dalam, yakni mengokohkan dan memantapkan
ketaqwaan kita kepada Allah swt, sesuatu yang amat kita
butuhkan dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Agar pencapaian peningkatan taqwa bisa kita raih dan
dapat kita buktikan dalam kehidupan sehari-hari, menjadi
penting bagi kita memahami hakikat taqwa yang
sesungguhnya. Dalam bukunya Ahlur Rahmah, Syekh Thaha Abdullah al Afifi mengutip ungkapan sahabat Nabi Muhammad saw yakni Ali bin Abi Thalib ra tentang taqwa, yaitu: ُفْوَخْلا َنِم ِلْيِلَجْلا ُلَمَعْلاَو ِلْيِزْنَّتلاِب ُداَدْعِتْسِإلْاَو ِمْوَيِل ِلْيِحَّرلا اَضِّرلاَو ِلْيِلَقْلاِب Takut kepada Allah yang Maha Mulia, mengamalkan apa
yang termuat dalam at tanzil (Al-Qur’an), mempersiapkan diri untuk hari meninggalkan dunia dan ridha (puas)
dengan hidup seadanya (sedikit) Dari ungkapan di atas, ada empat hakikat taqwa yang
harus ada pada diri kita masing-masing dan ini bisa
menjadi tolok ukur keberhasilan ibadah Ramadhan kita. Pertama, Takut Kepada Allah. Salah satu sikap yang harus kita miliki adalah rasa takut kepada Allah swt. Takut
kepada Allah bukanlah seperti kita takut kepada binatang
buas yang menyebabkan kita harus menjauhinya, tapi
takut kepada Allah swt adalah takut kepada murka, siksa
dan azab-Nya sehingga hal-hal yang bisa mendatangkan
murka, siksa dan azab Allah swt harus kita jauhi. Sedangkan Allah swt sendiri harus kita dekati, inilah yang
disebut dengan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada
Allah). Karena itu, orang yang takut kepada Allah swt tidak akan
melakukan penyimpangan dari segala ketentuan-Nya.
Namun sebagai manusia biasa mungkin saja seseorang
melakukan kesalahan, karenanya bila kesalahan
dilakukan, dia segera bertaubat kepada Allah swt dan
meminta maaf kepada orang yang dia bersalah kepadanya, bahkan bila ada hak orang lain yang
diambilnya, maka dia mau mengembalikannya. Yang
lebih hebat lagi, bila kesalahan yang dilakukan ada jenis
hukumannya, maka iapun bersedia dihukum bahkan
meminta dihukum sehingga ia tidak menghindar dari
hukuman. Allah swt berfirman: اوُعِراَسَو ٰىَلِإ ٍةَرِفْغَم نِّم ْمُكِّبَّر ٍةَّنَجَو اَهُضْرَع ُتاَواَمَّسلا ُضْرَأْلاَو ْتَّدِعُأ َنيِقَّتُمْلِل ﴿ ١٣٣ ﴾ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu
dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi
yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (QS
Ali Imran [3]:133). Sebagai contoh, pada masa Rasul ada seorang wanita
yang berzina dan ia amat menyesalinya, dari perzinahan
itu ia hamil dan sesudah taubat iapun datang kepada
Rasul untuk minta dihukum, namun Rasul tidak
menghukumnya saat itu karena kehamilan yang harus
dipelihara. Sesudah melahirkan dan menyusui anaknya, maka wanita itu dihukum sebagaimana hukuman untuk
pezina yang menyebabkan kematiannya, saat Rasul
menshalatkan jenazahnya, Umar bin Khattab
mempersoalkannya karena ia wanita pezina, Rasulullah
kemudian menyatakan: ْدَقَل ْتَباَت ًةَبْوَت ْوَل ْتَمِسُق َنْيَب َنْيِعْبَس ْنِم ِلْهَأ ِةَنْيِدَمْلا ْمُهْتَعِسَوَل ْلَهَو َتْدَجَو َلَضْفَأ ْنِم ْنَأ ْتَداَج اَهِسْفَنِب ِ ِهلل َّزَع َّلَجَو Ia telah bertaubat, suatu taubat yang seandainya dibagi
pada tujuh puluh orang penduduk Madinah, niscaya
masih cukup. Apakah ada orang yang lebih utama dari
seorang yang telah menyerahkan dirinya kepada hukum
Allah? (HR. Muslim). Ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya mendidik kita
untuk menjadi orang yang takut kepada Allah swt yang
membuat kita akan selalu menyesuaikan diri dengan
segala ketentuan-ketentuan-Nya. Kalau kita ukur dari sisi
ini, kenyataan menunjukkan bahwa banyak sekali orang
yang belum bertaqwa karena tidak ada rasa takutnya kepada Allah swt. Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu. Kaum Muslimin Rahimakumullah. Hakikat taqwa yang Kedua kata Ali bin Abi Thalib adalah Beramal Berdasarkan Wahyu. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt untuk menjadi petunjuk bagi
manusia agar bisa bertaqwa kepada-Nya. Karena itu,
orang yang bertaqwa akan selalu beramal atau melakukan
sesuatu berdasarkan wahyu yang diturunkan oleh Allah
swt, termasuk wahyu adalah hadits atau sunnah
Rasulullah saw karena ucapan dan prilaku Nabi memang didasari oleh wahyu. Dengan kata lain, seseorang disebut
bertaqwa bila melaksanakan perintah Allah swt dan
menjauhi larangan-Nya. Dalam konteks inilah, menjadi amat penting bagi kita
untuk selalu mengkaji al-Quran dan al Hadits, sebab
bagaimana mungkin kita akan beramal sesuai dengannya,
bila memahaminya saja tidak dan bagaimana pula kita
bisa memahami bila membaca dan mengkajinya tidak. Dalam kehidupan para sahabat, mereka selalu berusaha
untuk beramal berdasarkan wahyu, karenanya mereka
berusaha mengkajinya kepada Nabi dan para sahabat,
bahkan tidak sedikit dari mereka yang suka bertanya.
Meskipun mereka suka melakukan sesuatu, tapi bila
ternyata wahyu tidak membenarkan mereka melakukannya, maka merekapun berusaha untuk
meninggalkannya. Suatu ketika ada beberapa orang sahabat yang dahulunya
beragama Yahudi, mereka ingin sekali bisa melaksanakan
lagi ibadah pada hari Sabtu dan menjalankan kitab taurat,
tapi turun firman Allah swt yang membuat mereka tidak
jadi melakukannya, ayat itu adalah: اَي اَهُّيَأ َنيِذَّلا اوُنَمآ اوُلُخْدا يِف ِمْلِّسلا ًةَّفاَك اَلَو اوُعِبَّتَت ِتاَوُطُخ ِناَطْيَّشلا ۚ ُهَّنِإ ْمُكَل ٌّوُدَع ٌنيِبُّم ﴿ ٢٠٨ ﴾ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-
langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang
nyata bagimu (QS Al Baqarah [2]:208). Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu. Kaum Muslimin Yang Berbahagia. Ketiga yang merupakan hakikat taqwa menurut Ali bin Abi Thalib ra yang harus kita hasilkan dari ibadah Ramadhan kita adalah Mempersiapkan Diri Untuk Akhirat. Mati merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada setiap orang. Keyakinan kita menunjukkan bahwa mati
bukanlah akhir dari segalanya, tapi mati justeru awal dari
kehidupan baru, yakni kehidupan akhirat yang enak dan
tidaknya sangat tergantung pada keimanan dan amal
shaleh seseorang dalam kehidupan di dunia ini. Karena
itu, orang yang bertaqwa akan selalu mempersiapkan dirinya dalam kehidupan di dunia ini untuk kebahagiaan
kehidupan di akhirat. Bila kita sudah menyadari kepastian adanya kematian,
maka kita tidak akan mensia-siakan kehidupan di dunia
yang tidak lama. Kita akan berusaha mengefektifkan
perjalanan hidup di dunia ini untuk melakukan sesuatu
yang bisa memberikan nilai positif, sebagai apapun kita.
Karena itu bila kita tidak efektif dan orang mengkritik kita, harus kita terima kritik itu denga senang hati. Khalifah
Umar bin Abdul Aziz salah satu contohnya. Ketika Umar bin Abdul Aziz telah menerima jabatan
sebagai khalifah, dia merasa perlu beristirahat karena
kondisi badannya yang sudah amat lelah dan mata yang
sudah amat ngantuk, apalagi ia baru saja mengurus
keluarganya yang meninggal yakni Khalifah Sulaiman.
Baru saja dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan meletakkan kepalanya di atas bantal, tiba-tiba datang
Abdul Malik lalu berkata: “Ayah, apa yang akan ayah lakukan sekarang?”. “Aku ingin istirahat sejenak anakku”, jawab Umar. “Apakah ayah akan beristirahat, padahal ayah belum mengembalikan harta rakyat yang dirampas secara zalim
kepada yang berhak?”. “Aku akan lakukan semua itu nanti setelah zuhur, semalam aku tidak bisa tidur karena mengurus
pamanmu”, jawab Umar. “Ayah, siapa yang bisa memberi jaminan bahwa ayah akan tetap hidup sampai zuhur nanti?”. Tanya Abdul Malik lagi menghentak. Mendengar pertanyaan anaknya itu, terbakar rasanya
semangat Umar sehingga seperti hilang rasa ngantuk dan
lelah yang dialaminya, lalu Umar berkata: “Nak… mendekatlah kepadaku”. Setelah Abdul Malik mendekat, Umar mencium keningnya
lalu berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku anak keturunan yang
membantuku dalam agamaku”. Khalifah Umar bin Abdul Aziz segera bangkit dari tempat
tidurnya dan iapun mengumumkan: “Barangsiapa yang hartanya telah diambil secara zalim, maka hendaklah ia
mengangkat permasalahannya”. Efektifitas waktu hidup yang digunakan membuat
Khalifah Umar bin Abdul Aziz sampai kesulitan mencari
mustahik karena tingkat kesejahteraan yang tingggi.
Harus kita akui banyak diantara kita yang merasa mati
masih lama sehingga tidak muncul amal shaleh, baik
sebagai pribadi, keluarga, masyarakat maupun organisasi sosial dan politik, keluhan kita adalah tidak punya waktu,
kekurangan waktu, karena itu Allah swt mengingatrkan
kita semua: ْلُق اَمَّنِإ اَنَأ ٌرَشَب ْمُكُلْثِّم ٰىَحوُي َّيَلِإ اَمَّنَأ ْمُكُهَٰلِإ ٌهَٰلِإ ٌدِحاَو ۖ نَمَف َناَك وُجْرَي َءاَقِل ِهِّبَر ْلَمْعَيْلَف اًلَمَع اًحِلاَص اَلَو ْكِرْشُي ِةَداَبِعِب ِهِّبَر اًدَحَأ ﴿ ١١٠ ﴾ Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,
Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya” (QS Al Kahfi [18]:110). Manakala seseorang sudah melakukan segala sesuatu
sebagai bentuk persiapan untuk kehidupan sesudah
kematian, maka orang seperti inilah yang disebut dengan
orang yang cerdas, meskipun ia bukan sarjana. Karena itu,
Rasulullah saw bersabda: ُسِّيَكْلَا ْنَم َناَد ُهَسْفَن َلِمَعَو اَمِل َدْعَب ِتْوَمْلا Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan
nafsunya dan beramal bagi kehidupan sesudah mati (HR.
Ahmad, Tirmidzi dan Hakim). Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu. Kaum Muslimin Yang Dimuliakan Allah swt. Hakikat taqwa yang Keempat menurut Ali bin Abi Thalib adalah Ridha Meskipun Sedikit. Setiap kita pasti ingin mendapat sesuatu khususnya harta dalam
jumlah yang banyak sehingga bisa mencukupi diri dan
keluarga serta bisa berbagi kepada orang lain. Namun
keinginan tidak selalu sejalan dengan kenyataan, ada saat
dimana kita mendapatkan banyak, tapi pada saat lain kita
mendapatkan sedikit, bahkan sangat sedikit dan tidak cukup. Orang yang bertaqwa selalu ridha dan menerima
apa yang diperolehnya meskipun jumlahnya sedikit, inilah
yang disebut dengan qana’ah, sedangkan kekurangan dari apa yang diharapkan bisa dicari lagi dengan penuh
kesungguhan dan cara yang halal. Korupsi yang menjadi
penyakit bangsa kita hingga sekarang adalah karena tidak
ada sikap ridha menerima yang menjadi haknya,
akibatnya ia masih saja mengambil hak orang lain dan
administrasi serta penguatan hokum atas penyimpangan yang dilakukannya bisa diatur, karenanya Allah swt
mengingatkan kita semua dalam firman-Nya: اَلَو اوُلُكْأَت مُكَلاَوْمَأ مُكَنْيَب ِلِطاَبْلاِب اوُلْدُتَو اَهِب ىَلِإ ِماَّكُحْلا اوُلُكْأَتِل اًقيِرَف ْنِّم ِلاَوْمَأ ِساَّنلا ِمْثِإْلاِب ْمُتنَأَو َنوُمَلْعَت ﴿ ١٨٨ ﴾ Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang
bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.(QS Al Baqarah [2]:188). Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib baru pulang lebih sore dari
biasanya. Isterinya, Fatimah putri Rasulullah menyambut
kedatangan suaminya dengan sukacita. Siapa tahu Ali
membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah
makin besar. Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah, “Aku mohon maaf karena tidak membawa uang sepeserpun.” Tidak nampak sedikitpun kekecewaan pada wajah
Fatimah, bahkan ia tetap tersenyum dan bisa memaklumi
keadaan suami yang dicintainya. Ali amat terharu terhadap isterinya yang begitu tawakkal
meskipun ia tidak bisa memasak malam itu karena
memang tidak ada bahan makanan yang bisa dimasak. Ketika waktu shalat tiba, seperti biasa Ali lalu berangkat
ke masjid untuk menjalankan salat berjama’ah. Sepulang dari shalat, seorang yang sudah tua menghentikan
langkahnya menuju rumah. “Maaf anak muda, betulkah engkau Ali, anaknya Abu Thalib?”, tanya orang itu. “Betul”, jawab Ali heran. Orang tua itu merogoh kantungnya seraya berkata, “Dulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum
sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal.
Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya.” Dengan amat gembira Ali mengambil uang itu yang
berjumlah 30 dinar. Sesampai di rumah, Ali kemukakan
kepada isterinya rizki yang tidak terduga itu. Tentu saja
Fatimah sangat gembira ketika Ali menceritakan kejadian
itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar
tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari- hari. Tanpa berpikir panjang, Ali langsung berangkat
menuju pasar. Ketika hampir tiba ke pasar, Ali melihat seorang fakir
menadahkan tangan, “Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah
kepadaku, seorang musafir yang kehabisan bekal di
perjalanan.” Tanpa berpikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh
uangnya kepada orang itu dan Ali pulang dengan tangan
kosong. Tentu saja melihat sang suami pulang tidak bawa
apa-apa, Fatimah terheran-heran. Ali menerangkan
peristiwa yang baru saja dialaminya dan ini justeru
membuat Fatimah begitu terharu terhadap sang suami. Dengan diiringi senyum yang manis, Fatimah berkata:
“Apa yang engkau lakukan juga akan aku lakukan seandainya aku yang mengalaminya. Lebih baik kita
menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat
bakhil yang dimurkai-Nya.” Sikap menerima membuat kita bisa bersyukur dan
bersyukur membuat kita akan memperoleh rizki dalam
jumlah yang lebih banyak, bahkan bila jumlahnya belum
juga lebih banyak, rasa syukur membuat kita bisa
merasakan sesuatu yang sedikit terasa seperti banyak
sehingga yang merasakan manfaatnya tidak hanya kita dan keluarga tapi juga orang lain. Inilah diantara makna
yang harus kita tangkap dari firman Allah swt: ْذِإَو َنَّذَأَت ْمُكُّبَر نِئَل ْمُتْرَكَش ْمُكَّنَديِزَأَل ۖ نِئَلَو ْمُتْرَفَك َّنِإ يِباَذَع ٌديِدَشَل ﴿ ٧ ﴾ Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih”. (QS Ibrahim [14]:7). Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa bertaqwa
kepada Allah swt memerlukan kesungguhan sehingga
kita dituntut untuk bertaqwa dengan sebenar-benarnya.
Akhirnya marilah kita sudahi ibadah shalat Id kita dengan
berdoa: َّمُهَّللَا اَنْرُصْنا َكَّنِاَف ُرْيَخ َنْيِرِصاَّنلا ْحَتْفاَو اَنَل َكَّنِاَف ُرْيَخ َنْيِحِتاَفْلا ْرِفْغاَو اَنَل َكَّنِاَف ُرْيَخ َنْيِرِفاَغْلا اَنْمَحْراَو َكَّنِاَف ُرْيَخ َنْيِمِحاَّرلا اَنْقُزْراَو َكَّنِاَف ُرْيَخ َنْيِقِزاَّرلا اَنِدْهاَو اَنِّجَنَو َنِم ِمْوَقْلا َنْيِمِلاَّظلا َنْيِرِفاَكْلاَو . Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah
sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi
kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau
adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah
kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah
sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan
lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir. َّمُهَّللَا ْحِلْصَأ اَنَل َانَنْيِد ىِذَّلا َوُه ُةَمْصِع اَنِرْمَأ ْحِلْصَأَو اَنَل َناَيْنُد ىِتَّلا اَهْيِف اَنُشاَعَم ْحِلْصَأَو اَنَل اَنَتَرِخآ ىِتَّلا اَهْيِف اَنُداَعَم ِلَعْجاَو َةاَيَحْلا ًةَداَيِز اَنَل ىِف ِّلُك ٍرْيَخ ِلَعْجاَو َتْوَمْلا ًةَحاَر اَنَل ْنِم ِّلُك ٍّرش Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia
merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia
kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami.
Perbikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali
kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi
kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan. َّمُهَّللَا ْمِسْقا اَنَل ْنِم َكِتَيْشَخ ُلْوُحَتاَم اَنَنْيَب َنْيَبَو َكِتَيِصْعَم ْنِمَو َكِتَعاَط اَم ِهِباَنُغِّلَبُت َكَتَّنَج َنِمَو ِنْيِقَيْلا ُنِّوَهُتاَم ِهِب اَنْيَلَع َبِئاَصَم اَيْنُّدلا . َّمُهَّللَا اَنْعِّتَم اَنِعاَمْسَأِب اَنِراَصْبَأَو اَنِتَّوُقَو اَم اَنَتْيَيْحَأ ُهْلَعْجاَو َثِراَوْلا اَّنِم ُهْلَعْجاَو اَنَرْأَث ىَلَع ْنَم اَنَاداَع َالَو ْلَعْجَت اَنَتَبْيِصُم ىِف َالَواَنِنْيِد ِلَعْجَت اَيْنُّدلا َرَبْكَأ اَنِّمَه َالَو َغَلْبَم اَنِمْلِع َالَو ْطِّلَسُت اَنْيَلَع ْنَم َال اَنُمَحْرَي Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-
Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan
maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang
mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula
keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami
segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran,
penglihatan dan kekuatan selamakami masih hidup dan
jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau
jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan
janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar
dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami. َّمُهَّللَا ْرِفْغا َنْيِمِلْسُمْلِل
ِتاَمِلْسُمْلاَو َنْيِنِمْؤُمْلاَو ِتاَنِمْؤُمْلاَو ِءاَيْحَألَا ْمُهْنِم ِتاَوْمَألاَو َكَّنِا ٌعْيِمَس ٌبْيِرَق ُبْيِجُم ِتاَوْعَّدلا . Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat,
mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau
Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan do’a. اَنَّبَر اَنِتَا ىِف اَيْنُّدلا ًةَنَسَح ىِفَو ِةَرِخَألا ًةَنَسَح اَنِقَو َباَذَع ِراَّنلا . Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang
baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan
hindarkanlah k
ami dari azab neraka.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.